Thursday, October 11, 2012

Tonggak-tonggak Sejarah Perfilman/Sinema Dunia

Film-film dokumenter semakin menjadi bagian keseharian kita. Apalagi teknologi digital sudah semakin terjangkau. Sesungguhnya, bagaimana sejarah sinema dunia?

Film dokumenter tidak seperti halnya film fiksi (cerita) merupakan sebuah rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian yang nyata atau sungguh-sungguh terjadi. Definisi “dokumenter” sendiri selalu berubah sejalan dengan perkembangan film dokumenter dari masa ke masa. Sejak era film bisu, film dokumenter berkembang dari bentuk yang sederhana menjadi semakin kompleks dengan jenis dan fungsi yang semakin bervariasi. Inovasi teknologi kamera dan suara memiliki peran penting bagi perkembangan film dokumenter. Sejak awalnya film dokumenter hanya mengacu pada produksi yang menggunakan format film (seluloid) namun selanjutnya berkembang hingga kini menggunakan format video (digital). Berikut adalah ulasan singkat mengenai perkembangan sejarah film dokumenter dari masa ke masa.
..
Era Film Bisu

Sejak awal ditemukannya sinema, para pembuat film di Amerika dan Perancis telah mencoba mendokumentasikan apa saja yang ada di sekeliling mereka dengan alat hasil temuan mereka. Seperti Lumiere Bersaudara, mereka merekam peristiwa sehari-hari yang terjadi di sekitar mereka, seperti para buruh yang meninggalkan pabrik, kereta api yang masuk stasiun, buruh bangunan yang bekerja, dan lain sebagainya. Bentuknya masih sangat sederhana (hanya satu shot) dan durasinya pun hanya beberapa detik saja. Film-film ini lebih sering diistilahkan “actuality films”. Beberapa dekade kemudian sejalan dengan penyempurnaan teknologi kamera berkembang menjadi film dokumentasi perjalanan atau ekspedisi, seperti South (1919) yang mengisahkan kegagalan sebuah ekspedisi ke Antartika.

Tonggak awal munculnya film dokumenter secara resmi yang banyak diakui oleh sejarawan adalah film Nanook of the North (1922) karya Robert Flaherty. Filmnya menggambarkan kehidupan seorang Eskimo bernama Nanook di wilayah Kutub Utara. Flaherty menghabiskan waktu hingga enam belas bulan lamanya untuk merekam aktifitas keseharian Nanook beserta istri dan putranya, seperti berburu, makan, tidur, dan sebagainya. Sukses komersil Nanook membawa Flaherty melakukan ekspedisi ke wilayah Samoa untuk memproduksi film dokumenter sejenis berjudul Moana (1926). Walau tidak sesukses Nanook namun melalui film inilah pertama kalinya dikenal istilah “documentary”, melalui ulasan John Grierson di surat kabar New York Sun. Oleh karena peran pentingnya bagi awal perkembangan film dokumenter, para sejarawan sering kali menobatkan Flaherty sebagai “Bapak Film Dokumenter”.
..
Sukses Nanook juga menginspirasi sineas-produser Merian C. Cooper dan Ernest B. Schoedsack untuk memproduksi film dokumenter penting, Grass: A Nation's Battle for Life (1925) yang menggambarkan sekelompok suku lokal yang tengah bermigrasi di wilayah Persia. Kemudian berlanjut dengan Chang: A Drama of the Wilderness (1927) sebuah film dokumenter perjalanan yang mengambil lokasi di pedalaman hutan Siam (Thailand). Eksotisme film-film tersebut kelak sangat mempengaruhi produksi film (fiksi) fenomenal produksi Cooper, yaitu King Kong (1933). Di Eropa, beberapa sineas dokumenter berpengaruh juga bermunculan. Di Uni Soviet, Dziga Vertov memunculkan teori “kino eye”. Ia berpendapat bahwa kamera dengan semua tekniknya memiliki nilai lebih dibandingkan mata manusia. Ia mempraktekkan teorinya melalui serangkaian seri cuplikan berita pendek, Kino Pravda (1922), serta The Man with Movie Camera (1929) yang menggambarkan kehidupan keseharian kota-kota besar di Soviet. Sineas-sineas Eropa lainnya yang berpengaruh adalah Walter Ruttman dengan filmnya, Berlin - Symphony of a Big City (1927) lalu Alberto Cavalcanti dengan filmnya Rien Que les Heures.

Era Menjelang dan Masa Perang Dunia
..
Film dokumenter berkembang semakin kompleks di era 30-an. Munculnya teknologi suara juga semakin memantapkan bentuk film dokumenter dengan teknik narasi dan iringan ilustrasi musik. Pemerintah, institusi, serta perusahaan besar mulai mendukung produksi film-film dokumenter untuk kepentingan yang beragam. Salah satu film yang paling berpengaruh adalah Triump of the Will (1934) karya sineas wanita Leni Riefenstahl, yang digunakan sebagai alat propaganda Nazi. Untuk kepentingan yang sama, Riefenstahl juga memproduksi film dokumenter penting lainnya, yakni Olympia (1936) yang berisi dokumentasi even Olimpiade di Berlin. Melalui teknik editing dan kamera yang brilyan, atlit-atlit Jerman sebagai simbol bangsa Aria diperlihatkan lebih superior ketimbang atlit-atlit negara lain.

Di Amerika, era depresi besar memicu pemerintah mendukung para sineas dokumenter untuk memberikan informasi seputar latar-belakang penyebab depresi. Salah satu sineas yang menonjol adalah Pare Lorentz. Ia mengawali dengan The Plow that Broke the Plains (1936), dan sukses film ini membuat Lorentz kembali dipercaya memproduksi film dokumenter berpengaruh lainnya, The River (1937). Kesuksesan film-film tersebut membuat pemerintah Amerika serta berbagai institusi makin serius mendukung proyek film-film dokumenter. Dukungan ini kelak semakin intensif pada dekade mendatang setelah perang dunia berkecamuk.
..
Perang Dunia Kedua mengubah status film dokumenter ke tingkat yang lebih tinggi. Pemerintah Amerika bahkan meminta bantuan industri film Hollywood untuk memproduksi film-film (propaganda) yang mendukung perang. Film-film dokumenter menjadi semakin populer di masyarakat. Sebelum televisi muncul, publik dapat menyaksikan kejadian dan peristiwa di medan perang melalui film dokumenter serta cuplikan berita pendek yang diputar secara reguler di teater-teater. Beberapa sineas papan atas Hollywood, seperti Frank Capra, John Ford, William Wyler, dan John Huston diminta oleh pihak militer untuk memproduksi film-film dokumenter Perang. Capra misalnya, memproduksi tujuh seri film dokumenter panjang bertajuk, Why We Fight (1942-1945) yang dianggap sebagai seri film dokumenter propaganda terbaik yang pernah ada. Capra bahkan bekerja sama dengan studio Disney untuk membuat beberapa sekuen animasinya. Sementara John Ford melalui The Battle of Midway (1942) dan William Wyler melalui Memphis Belle (1944) keduanya juga sukses meraih piala Oscar untuk film dokumenter terbaik.

Era Pasca Perang Dunia

Pada era setelah pasca Perang Dunia Kedua, perkembangan film dokumenter mengalami perubahan yang cukup signifikan. Film dokumenter makin jarang diputar di teater-teater dan pihak studio pun mulai menghentikan produksinya. Semakin populernya televisi menjadikan pasar baru bagi film dokumenter. Para sineas dokumenter senior, seperti Flaherty, Vertov, serta Grierson sudah tidak lagi produktif seperti pada masanya dulu. Sineas-sineas baru mulai bermunculan dan didukung oleh kondisi dunia yang kini aman dan damai makin memudahkan film-film mereka dikenal dunia internasional. Satu tendensi yang terlihat adalah film-film dokumenter makin personal dan dengan teknologi kamera yang semakin canggih membantu mereka melakukan berbagai inovasi teknik. Tema dokumenter pun makin meluas dan lebih khusus, seperti observasi sosial, ekspedisi dan eksplorasi, liputan even penting, etnografi, seni dan budaya, dan lain sebagainya.

Sineas Swedia, Arne Sucksdorff menggunakan lensa telefoto dan kamera tersembunyi untuk merekam kehidupan satwa liar dalam The Great Adventure (1954); Oceanografer Jeacques Cousteau memproduksi beberapa seri film dokumenter kehidupan bawah laut, seperti The Silent World (1954); Observasi kota tampak melalui karya Frank Stauffacher, Sausalito (1948) serta Francis Thompson, N.Y., N.Y. (1957). Mengikuti gaya eksotis Flaherty, John Marshall memproduksi The Hunters (1956) mengambil lokasi di gurun Kalihari di Afrika. Lalu Robert Gardner memproduksi salah satu film antropologis penting, Dead Birds (1963) yang menggambarkan suku Dani di Indonesia dengan ritual perangnya. Di Perancis, beberapa sineas berpengaruh seperti Alan Resnais, Georges Franju, serta Chris Marker lebih terfokus pada masalah seni dan budaya. Resnais mencuat namanya setelah filmnya, Van Gogh (1948) meraih penghargaan di Venice dan Academy Award. Franju memproduksi beberapa film dokumenter berpengaruh seperti Blood of the Beast (1948) dan Hotel des invalides (1951). Sementara Marker memproduksi Sunday in Peking (1956) dan Letter from Siberia (1958).

Direct Cinema
..
Pada akhir 50-an hingga pertengahan 60-an perkembangan film dokumenter mengalami perubahan besar. Dalam produksinya, sineas mulai menggunakan kamera yang lebih ringan dan mobil, jumlah kru yang sedikit, serta penolakan terhadap konsep naskah dan struktur tradisional. Mereka lebih spontan dalam merekam gambar (tanpa diatur), minim penggunaan narasi dengan membiarkan obyeknya berbicara untuk mereka sendiri (interview). Pendekatan ini dikenal dengan banyak istilah, seperti “candid” cinema, “uncontrolled” cinema, hingga cinéma vérité (di Perancis), namun secara umum dikenal dengan istilah Direct Cinema. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya tren ini, yakni gerakan Neorealisme Italia yang menyajikan keseharian yang realistik, inovasi teknologi kamera 16mm yang lebih kecil dan ringan, inovasi perekam suara portable, serta pengisi acara televisi yang popularitasnya semakin tinggi. Pendekatan Direct Cinema terutama banyak digunakan sineas asal Amerika, Kanada, dan Perancis.

Di Amerika, pengusung Direct Cinema yang paling berpengaruh adalah Robert Drew, seorang produser yang juga jurnalis foto. Drew membawahi beberapa sineas dokumenter berpengalaman seperti, Richard Leacock, Don Pannebaker, serta David dan Albert Maysles. Drew memproduksi film-film dokumenter yang lebih ditujukan untuk televisi, satu diantaranya yang paling berpengaruh adalah Primary (1960). Film ini menggambarkan kontes politik antara John Konnedy dan Hubert Humprey di Wisconsin. Drew bersama para asistennya merekam momen demi momen secara spontan. Secara bergantian kamera mengikuti kemana pun dua politisi tersebut pergi, di tempat kerja, bertemu publik di jalanan, berpidato, dan bahkan ketika tengah bersantai di hotel. Dalam perkembangan Leacock, Pannebaker, dan Maysles meninggalkan perusahaan milik Drew dan membentuk perusahaan mereka sendiri. Beberapa diantaranya memproduksi film-film dokumenter penting, seperti What’s Happening! The Beatles in New York (1964) arahan Maysles Bersaudara yang dianggap merupakan film dokumenter Amerika pertama tanpa penggunaan narasi sama sekali.

Di Perancis, salah satu pengusung cinéma vérité yang paling berpengaruh adalah Jean Rouch. Salah satu karyanya yang dianggap paling berpengaruh (bahkan di dunia) adalah Cronicle of a Summer (1961). Rouch berkolaborasi dengan sosiologis, Edgar Morin menggunakan pendekatan baru cinéma vérité, yakni tidak hanya semata-mata melakukan observasi dan bersimpati namun juga provokasi. “You push these people to confess themselves… it’s very strange kind of confession in front of the camera, where the camera is, let’s say, a mirror, and also a window open to the outside” ungkap Rouch. Dalam filmnya tampak Morin berdiskusi dengan pelajar serta para pekerja di Kota Paris tentang kehidupan mereka dengan melayangkan pertanyaan kunci, “Are you happy?”. Rouch membiarkan subyeknya mendefinisikan sendiri masalah mereka secara alamiah melalui performa mereka di depan kamera.
..
Sejak pertengahan 60-an, pengembangan teknologi kamera 16mm dan 35 mm yang semakin canggih serta ringan makin menambah fleksibilitas para pengusung Direct Cinema. Sejak awal 60-an, hampir semua sineas dokumenter telah menggunakan teknik kamera handheld untuk merekam segala peristiwa. Direct Cinema juga berpengaruh pada perkembangan film fiksi secara estetik melalui gerakan new wave, seperti di Perancis. Para sineas new wave seringkali menggunakan kamera handheld, pencahayaan yang tersedia, kru yang minim, serta shot on location. Bahkan film-film (fiksi) mainstream pun seringkali mengadopsi teknik Direct Cinema untuk menambah unsur realisme sebuah adegan. Pendekatan Direct Cinema secara umum berpengaruh perkembangan seni film di dunia terutama pada era 60-an dan 70-an.
..
Warisan Direct Cinema dan Perkembangannya Hingga Kini

Dalam perkembangannya, Direct Cinema terbukti sebagai kekuatan yang berpengaruh sepanjang sejarah film dokumenter. Berbagai pengembangan serta inovasi teknik serta tema bermunculan dengan motif yang makin bervariasi. Salah satu bentuk variasi dari Direct Cinema yang paling populer adalah “rockumentaries” (dokumentasi musik rock). Rockumentaries memiliki bentuk serta jenis yang beragam. Let it Be (1970) memperlihatkan grup musik legendaris The Beatles yang tengah mempersiapkan album mereka. Woodstock: Three Days of Peace & Music (1970) garapan Michael Wadleigh merupakan dokumentasi dari festival musik tiga hari di sebuah lahan pertanian yang menampilkan beberapa musisi rock papan atas. Woodstock sering dianggap sebagai film dokumenter musik terbaik sepanjang masa dan menjadi dasar berpijak bagi film-film dokumentasi sejenis berikutnya. Pada dekade mendatang, This is Spinal Tap (1984) merupakan sebuah parodi rockumentary yang terbukti paling sukses komersil pada masanya.

Tradisi Direct Cinema juga tampak pada film-film kontroversial karya Fredrick Wiseman. Film-filmnya banyak bersinggungan dengan kontrol sosial, berkait erat dengan birokrasi dan bagaimana masyarakat dibuat frustasi olehnya. Dalam film debutnya, High School (1968) memperlihatkan bagaimana para siswa berontak melawan birokrasi di sekolah mereka. Maysles Bersaudara memproduksi film “Direct Cinema” Amerika berpengaruh, Salesman (1966) yang menggambarkan seorang salesman yang gagal. Sejak era 70-an, format film dokumenter mulai berubah melalui kombinasi pendekatan Direct Cinema, kompilasi footage, narasi, serta iringan musik. Salah satu sineas yang mempelopori format kombinasi ini adalah Emile De Antonio melalui film anti perangnya, Vietnam: In the Year’s of the Pig (1969). Dalam perkembangannya format ini mendominasi gaya film dokumenter selama beberapa dekade ke depan. Munculnya format digital juga semakin memudahkan siapa pun untuk memproduksi film dokumenter. Kritik sosial dan politik, lingkungan hidup, serta keberpihakan kaum minoritas masih menjadi menu utama tema film dokumenter beberapa dekade ke depan.

Beberapa sineas dokumenter berpengaruh muncul selama periode 70-an hingga kini. Erol Morris memproduksi film-film dokumenter unik dengan tema dan subyek yang tak lazim, seperti Gates of Heaven (1978), The Thin Blue Line (1988), serta Mr. Death (2000). Barbara Kopple dikenal melalui filmnya bertema demonstasi buruh, yakni, Harlan County, USA (1976) dan American Dream (1990). Michael Moore gemar melakukan kritik sosial dan politik melalui film-filmnya Roger and Me (1989), Bowling for Columbine (2001), Fahrenheit 9/11 (2004) serta Sicko. Kevin Rafferty dikenal melalui film-filmnya seperti The Atomic Café (1982) dan The Last Cigarettes (1999). Pendekatan eksotis Flaherty juga masih tampak dalam film peraih Oscar, March of the Penguins (2005) yang tercatat sebagai film dokumenter terlaris sepanjang masa. Selama sejarah perkembangannya, film dokumenter terbukti dapat lebih manipulatif ketimbang film-film fiksi komersil. Film dokumenter melalui penyajian dan subyektifitasnya seringkali cenderung menggiring kita untuk memihak. Masalah etika dan moral selalu dipertanyakan. Sineas dokumenter seyogyanya tidak hanya mampu menyajikan fakta namun juga kebenaran.

Benarkah Majapahit kerajaan Islam, bukan Hindu?


Sejarah merupakan versi pembuatnya. Versi tergantung niat atau motivasisi. Barangkali ini pula yang terjadi dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Benarkah Majapahit sesungguhnya kerajaan Islam bukan Hindu? 
Beragam bukti arkeologis, sosiologis dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus juga mematahkan pemahaman yang sudah berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara. ‘Kegelisahan’ semacam inilah yang mungkin memotivasi Tim Kajian Kesultanan Majapahit dari Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit. Setelah sekian lama berkutat dengan beragam fakta-data arkeologis, sosiologis dan antropolis, maka Tim kemudian menerbitkannya dalam sebuah buku awal berjudul ‘Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah Yang Tersembunyi’.

Buku ini hingga saat ini masih diterbitkan terbatas, terutama menyongsong Muktamar Satu Abad Muhammadiyah di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Sejarah Majapahit yang dikenal selama ini di kalangan masyarakat adalah sejarah yang disesuaikan untuk kepentingan penjajah (Belanda) yang ingin terus bercokol di kepulauan Nusantara.

Akibatnya, sejarah masa lampau yang berkaitan dengan kawasan ini dibuat untuk kepentingan tersebut. Hal ini dapat pula dianalogikan dengan sejarah mengenai PKI. Sejarah berkaitan dengan partai komunis ini yang dibuat dimasa Orde Baru tentu berbeda dengan sejarah PKI yang dibuat di era Orde Lama dan bahkan era reformasi saat ini. Hal ini karena berkaitan dengan kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah tersebut.

Dalam konteks Majapahit, Belanda berkepentingan untuk menguasai Nusantara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Untuk itu, diciptakanlah pemahaman bahwa Majapahit yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia adalah kerajaan Hindu dan Islam masuk ke Nusantara belakangan dengan mendobrak tatanan yang sudah berkembang dan ada dalam masyarakat.

Apa yang diungkapkan oleh buku ini tentu memiliki bukti berupa fakta dan data yang selama ini tersembunyi atau sengaja disembunyikan. Beberapa fakta dan data yang menguatkan keyakinan bahwa kerajaan Majpahit sesungguhnya adalah kerajaan Islam atau Kesultanan Majapahit adalah sebagai berikut:

1. Ditemukan atau adanya koin-koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah’. Koin semacam ini dapat ditemukan dalam Museum Majapahit di kawasan Trowulan Mojokerto Jawa Timur. Koin adalah alat pembayaran resmi yang berlaku di sebuah wilayah kerajaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sangat tidak mungkin sebuah kerajaan Hindu memiliki alat pembayaran resmi berupa koin emas bertuliskan kata-kata Tauhid.



2. Pada batu nisan Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang selama ini dikenal sebagai Wali pertama dalam sistem Wali Songo yang menyebarkan Islam di Tanah Jawa terdapat tulisan yang menyatakan bahwa beliau adalah Qadhi atau hakim agama Islam kerajaan Majapahit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Agama Islam adalah agama resmi yang dianut oleh Majapahit karena memiliki Qadhi yang dalam sebuah kerajaan berperan sebagai hakim agama dan penasehat bidang agama bagi sebuah kesultanan atau kerajaan Islam.

3. Pada lambang Majapahit yang berupa delapan sinar matahari terdapat beberapa tulisan Arab, yaitu shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid dan dzat. Kata-kata yang beraksara Arab ini terdapat di antara sinar-sinar matahari yang ada pada lambang Majapahit ini. Untuk lebih mendekatkan pemahaman mengenai lambang Majapahit ini, maka dapat dilihat pada logo Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, atau dapat pula dilihat pada logo yang digunakan Muhammadiyah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Majapahit sesungguhnya adalah Kerajaan Islam atau Kesultanan Islam karena menggunakan logo resmi yang memakai simbol-simbol Islam.

4. Pendiri Majapahit, Raden Wijaya, adalah seorang muslim. Hal ini karena Raden Wijaya merupakan cucu dari Raja Sunda, Prabu Guru Dharmasiksa yang sekaligus juga ulama Islam Pasundan yang mengajarkan hidup prihatin layaknya ajaran-ajaran sufi, sedangkan neneknya adalah seorang muslimah, keturunan dari penguasa Sriwijaya. Meskipun bergelar Kertarajasa Jayawardhana yang sangat bernuasa Hindu karena menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi bukan lantas menjadi justifikasi bahwa beliau adalah seorang penganut Hindu.

Bahasa Sanskerta di masa lalu lazim digunakan untuk memberi penghormatan yang tinggi kepada seseorang, apalagi seorang raja. Gelar seperti inipun hingga saat ini masih digunakan oleh para raja muslim Jawa, seperti Hamengku Buwono dan Paku Alam Yogyakarta serta Paku Buwono di Solo.

Di samping itu, Gajah Mada yang menjadi Patih Majapahit yang sangat terkenal terutama karena Sumpah Palapanya ternyata adalah seorang muslim. Hal ini karena nama aslinya adalah Gaj Ahmada, seorang ulama Islam yang mengabdikan kemampuannya dengan menjadi Patih di Kerajaan Majapahit. Hanya saja, untuk lebih memudahkan penyebutan yang biasanya berlaku dalam masyarakat Jawa, maka digunakan Gajahmada saja. Dengan demikian, penulisanGajah Mada yang benar adalah Gajahmada dan bukan ‘Gajah Mada’.

Pada nisan makam Gajahmada di Mojokerto pun terdapat tulisan ‘LaIlaha Illallah Muhammad Rasulullah’ yang menunjukkan bahwa Patih yang biasa dikenal masyarakat sebagai Syeikh Mada setelah pengunduran dirinya sebagai Patih Majapatih ini adalah seorang muslim.

5. Jika fakta-fakta di atas masih berkaitan dengan internal Majapahit, maka fakta-fakta berikut berhubungan dengan sejarah dunia secara global. Sebagaimana diketahui bahwa 1253 M, tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Akibatnya, Timur Tengah berada dalam situasi yang berkecamuk dan terjebak dalam kondisi konflik yang tidak menentu.

Dampak selanjutnya adalah terjadinya eksodus besar-besaran kaum muslim dari TimurTengah, terutama para keturunan Nabi yang biasa dikenal dengan‘Allawiyah. Kelompok ini sebagian besar menuju kawasan Nuswantara (Nusantara) yang memang dikenal memiliki tempat-tempat yang eksotis dan kaya dengan sumberdaya alam dan kemudian menetap dan beranak pinak di tempat ini. Dari keturunan pada pendatang inilah sebagian besar penguasa beragam kerajaanNusantara berasal, tanpa terkecuali Majapahit.

Inilah beberapa bukti dari fakta dan data yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya Majapahit adalah Kesultanan Islam yang berkuasa di sebagian besar kawasan yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara ini. Sekali lagi terbukti bahwa sejarah itu adalah versi, tergantung untuk apa sejarahitu dibuat dan tentunya terkandung di dalamnya beragam kepentingan.Wallahu A’lam Bishshawab. Hanya Tuhan Yang Maha Mengetahui ....

sumber

Wednesday, September 12, 2012

Sejarah Racun

Racun sudah terkenal sejak zaman Purba. Binatang buruan mati akibat panah yang dilumuri racun. Banyak pula kejadian, manusia mati karena diracun. Bahkan di Indonesia, aktivis HAM Munir juga diduga meninggal akibat diracun. Bagaimana sejarah racun?

Dalam bahasa Inggris, racun disebut dengan toxin. Kata ini berasal dari istilah Yunani 'toxicon' yang mengacu pada racun panah.

Sejarah awal mengenai racun, sebagaimana ditulis wikipedia, erat dikaitkan dengan mitos dan kepercayaan. Tahun 2500 SM, bangsSumeria diketahui menyembah dewi racun yang disebut Gula.Dalam mitologi Yunani, terdapat beberapa rujukan tentang racun, di antaranya adalah kosah tentang Medea, cucu dari Helios(dewa matahari). Medea ingin membunuh anak tirinya, Theseus dengan minuman anggur beracun.Namun, usaha tersebut digagalkan oleh Aegeus, suami Medea. Tulisan tertua mengenai racun ditemukan di Mesir dan berangka tahun sekitar 3000 SM dan dokumen tentang penelitian tanaman beracun yang dilakukan oleh Menes, raja Mesir.
Di dalam sejarah Yunani, racun pernah digunakan sebagai hukuman mati yang disebut Racun Negara atau State Poison. Salah satu tokoh filsuf yang pernah dihukum mati dengan cara ini adalah Socrates. Selama masa pemerintahan kekaisaran Romawi, keracunan di saat santap malam, terutama di kalangan kelas atas menjadi suatu hal yang biasa.[5] Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk menyingkirkan anggota keluarga yang tidak disukai, seperti yang pernah dilakukan oleh Nero.Sekitar tahun 246 SM, Cina mengembangkan suatu drama yang disebut Ritual Chou, yang di dalamnya terdapat ritual membakar 5 macam racun.
Memasuki abad pertengahan, pada tahun 8 Sesudah Masehi, racun semakin berkembang karena ahli kimia Arab berhasil mengubah arsenik menjadi bubuk yang tidak berasa dan tidak berbau sehingga deteksi adanya racun pun sulit diketahui.Di masa itu, racun biasa diperdagangkan di apotek dan didapatkan oleh publik dengan mudah. Berbagai teks akademis tentang racun juga dituliskan oleh para biarawan, salah satunya adalah The Book of Venoms (1424) oleh Magister Santes de Ardonis yang berisi racun yang diketahui pada masa itu, mekanisme kerjanya, dan cara penyembuhannya.
Pada abad ke-14 dan 15, ahli kimia Italia berusaha membuat racun yang lebih kuat dari sebelumnya dan hal ini menyebar dari Italia ke Paris.Usaha untuk membatasi penjualan racun dilakukan oleh Louis XIV pada tahun 1662 yang mengeluarkan aturan pelarangan apotek untuk menjual senyawa beracun, kecuali kepada pembeli yang telah mendaftarkan tujuan mereka. Pada tahun 1836 dan 1841, Marsh dan Riensch secara terpisah berhasil mengembangkan metode untuk mendeteksi arsenik sehingga banyak orang yang melakukan kejahatan, terutama pembunuhan dengan racun akhirnya dapat ditangkap. Pada abad ke-20, racun mulai diteliti untuk digunakan sebagai senjata. Pertumbuhan bidang toksikologi juga mendorong berkembangan sistem kontrol dan penyebaran senyawa beracun.
Tak hanya di nusantara saja, penggunaan racun telah banyak diterapkan berabad-abad yang lalu untuk berbagai keperluan. Detikhealth mengungkap, beberapa motif atau tujuan penggunaan racun pada masa lampau antara lain adalah:



1. Menyingkirkan Lawan

Di masa Kekaisaran Romawi, racun sering digunakan untuk membunuh lawan politik, saingan bisnis, atau orang-orang yang dianggap berbahaya. Saking maraknya praktik kotor ini, racun menjadi momok di Kekaisaran Romawi. Akhirnya seorang diktator dan pembaharu Lucius Cornelius merasa perlu mengeluarkan hukum pertama di dunia mengenai racun yang disebut Cornelia Lex.



2. Hukuman Mati

Penggunaan suntik racun untuk eksekusi hukuman mati sempat diterapkan di beberapa negara. Bangsa Yunani adalah yang kali pertama memperkenalkan racun sebagai bentuk hukuman mati. Ironisnya, filsuf besar Socrates adalah orang yang menjalani eksekusi ini. Berbeda dengan hukuman mati di era modern, Socrates ‘diminta’ meminum racun untuk mengakhiri hidupnya.



3. Motif Asmara

Bunuh diri menenggak racun serangga karena cinta bukan lagi hal yang mengejutkan. Bisa jadi pelakunya terinspirasi dari kisah tragis Romeo dan Juliet. Kedua sejoli di bawah umur ini meregang nyawa dengan meminum racun karena cintanya tak direstui masing-masing keluarga.



4. Ritual

Sejak masa 246 tahun sebelum Masehi, bangsa China telah melestarikan drama yang disebut dengan ritual Chou. Ritual ini terdiri 6 tarian seremonial menggunakan bulu disertai membakar 5 jenis racun, yaitu racun cinnabar atau merkuri, realger atau arsenic, vitriol hijau atau tembaga sulfat, lodestone dan racun lain yang tidak diketahui.



5. Tak Kuat Menanggung Malu atau Kekalahan

Dalam catatan sejarah, dikisahkan Ratu Cleopatra dari Mesir mengakhiri hidupnya dengan cara memasukkan tangan ke sarang ular beracun. Cleopatra merupakan kekasih Julius Caesar, pemimpin Romawi. Setelah Caesar mangkat, ia menjalin hubungan dengan salah seorang pemimpin Romawi selanjutnya, Mark Anthony.



Cleopatra menemani Anthony dalam peperangan di Yunani. Sayangnya Romawi mengalami kekalahan dan Anthony pun pulang ke negaranya lantas melakukan bunuh diri. Sang Ratu juga pulang ke Mesir dan menyusul kekasihnya ke alam baka.

Wednesday, September 05, 2012

Nama Desa ini Terpanjang di Dunia

Dengan 58 huruf, sebuah desa di Inggris, tepatnya di Wales menjadi satu-satu nya kampung yang mempunyai nama terpanjang di dunia kini. Desa ini mempunyai nama Llanfairpwllgwyngyllgogerychwyrndrobwllllantysilio gogogoch, dan sebelumnya bernama Llanfair Pwllgwyngyll.


Seorang wisatawan berfoto di bawah papan penunjuk arah ke desa ini

Kampung ini terletak di Pulau Anglesey, Wales Utara, untuk menarik minat wisatawan asing pada tahun 1860an, desa ini sengaja diubah namanya. Ide penggantian nama ini memberi hasil positif. Setelah berganti nama banyak wisatawan yang berkunjung ke desa ini karena didorong oleh rasa penasaran.


Stasiun kereta

Selain karena tertarik dengan nama desa yang sangat panjang, stasiun kereta api bergaya Victorian juga memamerkan lokomotif kereta api uap kuno, dan toko-toko souvenir dan kerajinan tangan khas Wales menjadi daya wisata yang amat khas. Tak hanya itu, desa ini juga mempunyai gereja yang dibangun pada abad ke-15 yaitu Gereja St. Tysilio.


Gereja St. Tysilio yang dibangun pada abad ke-15


Nama desa ini juga menjadi makin terkenal setelah Pangeran William dan Kate Middleton membangun rumah pertama mereka di sini. Pangeran William ditempatkan oleh Angkatan Bersenjata Kerajaan Inggris di pulau ini, dan pusat latihan ketenteraan terletak 27 kilometer dari desa ini.

(Geograph, Linklup, Wikipedia, BBC)

diambil dari sini

Monday, September 03, 2012

Kuil dari Jutaan Botol: Wat Pa Maha Kaew


Botol bir disusun sedemikian rupa hingga membentuk satu bangunan kuil yang utuh. Mulai dari pagar, hingga interior dalam kuil semua terbuat dari botol bir aneka warna.
Kalau dihitung ada sekitar 1,5 juta botol memenuhi kuil ini. Karena banyaknya botol bir, kuil ini disebut juga sebagai kuil jutaan botol.


Tidak percaya? Coba saja langsung masuk ke dalam kuil. Anda bisa melihat seluruh ruangan asli terbuat dari tumpukan botol bir. Dari ruang ibadah, dinding, menara air, tempat tidur, hingga toilet semua terbuat dari botol.


Usut boleh usut, ternyata jutaan botol ini terkumpul sejak tahun 1984, seperti yang ditulis situs Altas Obscura. Saat itu, sekelompok biksu berniat membuat bangunan dari botol bir yang telah dibersihkan.
Hasilnya? Sebuah kuil cantik berbahan dasar bir sukses terbentuk indah. Bahkan, bangunan ini lengkap sampai bagian dalam. Unik!







Kini, Wat Lan Kuad dikunjungi tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai tempat wisata yang menarik. Banyak pelancong yang datang hanya untuk menjadi saksi keunikan kuil di Thailand ini. (sumber)
Lucy, kucing berusia 39 tahun, diprediksi sebagai kucing tertua di dunia. Jika disetarakan dengan umur manusia, umur Lucy setara dengan 172 tahun umur manusia.
Seperti dilansir metro.co.uk, baru-baru ini, pemilik Lucy, Bill Thomas (63) yang tinggal di South Wales, Inggris, mengatakan bahwa kucing kesayangannya itu memiliki kondisi kesehatan yang tidak kalah dibandingkan kucing-kucing lain. Namun, layaknya manusia, kemampuan mendengar Lucy telah menurun seiring dengan bertambahnya usia.

"Dia sedikit tuli, tetapi dia tidak pernah memiliki masalah kesehatan. Lucy juga masih senang mengejar tikus setiap harinya," kata Thomas. "Untuk tahun lahir Lucy, kami berhasil melacaknya. Lucy lahir di Llanelli-South Wales pada tahun 1972. Kami juga menanyakan penduduk sekitar yang sering melihatnya berkeliaran di daerah tersebut." (forum vivanews)

Kota-kota Tua di Bumi

damaskus, suriah

Kota dan peradaban adalah dua anasir yang tak terpisahkan. Jika menilik pada asal-usulnya, kata bahasa Inggris civilization (peradaban) diturunkan dari bahasa Latincivilis (sipil), yang bersinggungan dengan civis, berarti citizen atau civitas (kota). 
Dalam sejarahnya, kota tak bisa dilepaskan dari konsep purba tentang barbarisme dan peradaban. Para penduduk kota diandaikan, dan digambarkan sebagai kaum berbudi bahasa baik dan telah mengalami tingkat kehidupan lebih maju dari kaum 'barbar'. 
Harus diakui dunia yang kini manusia tinggali mengembangkan, dan melanggengkan, kebudayaannya melalui kota. Dan kota-kota tua semacam itu masih ada serta didiami. Ambil contoh Atena, Yunani. Sebagai tanah kelahiran demokrasi dan tempat tumbuhnya Peradaban Barat, Atena, yang mulai dihuni sejak tahun 1400 SM kini tak lantas menjadi kota mati. Warisan masa silam masih berkeras menjadi saksi bagi perubahan: monumen-monumen peninggalan Yunani, Romawi, Bizantium, dan Ottoman. 
Tak hanya Atena, masih ada sejumlah kota purba lain yang sejak awal berdirinya masih terus dihuni hingga kini. Berikut daftarnya (diambil dari laman The Telegraph):   
7. Plovdiv, Bulgaria
Awal didiami: 4.000 SM
Sebagai kota terbesar kedua di Bulgaria, Plovdiv mulanya berlaku sebagai tempat permukiman bangsa Tracia sebelum menjadi kota utama Romawi. Di kemudian hari, kota itu jatuh dalam kekuasaan Kekaisaran Bizantium dan Ottoman, dan akhirnya menjadi bagian dari Bulgaria. Kota Plovdiv dikenal sebagai salah satu pusat kebudayaan kedua penjajah itu. Hingga kini, para pelancong masih dapat menyaksikan amfiteater dan saluran air buatan pemerintah Romawi serta 
6. Sidon, Libanon
Awal didiami: 4.000 SM
Sidon berjarak sekitar 40 km dari Beirut. Ia salah satu kota bangsa Phoenisia terpenting, dan mungkin tertua. Di Sidon, kekuasaan bangsa Phoenisia berkembang. Bahkan, Yesus dan Santo Paul dikabarkan pernah singgah di sana. Belum lagi jika menyebut sang penakluk, Aleksander Agung. Raja Makedonia itu pernah menundukkan Sidon pada tahun 333 SM.  
5. Faiyum, Mesir
Awal didiami: 4.000 SM
Berlokasi di sebelah barat daya Kairo, Faiyum mengambil sebagian wilayah Crocodilopolis, kota purba Mesir yang warganya menyembah buaya suci bernama Petsuchos. Faiyum modern berisi pasar-pasar, masjid, dan pemandian. Di dekatnya, piramida Lehin dan Hawara tegak menantang langit. 
4. Susa, Iran
Awal didiami: 4.200 SM
Susa adalah ibu kota Kekaisaran Elamite sebelum bangsa Assyria mengambil alih. Kota modern, Shush, memiliki populasi sekitar 65 ribu jiwa. 
3. Damaskus, Suriah
Awal didiami: 4.300 SM
Dianggap sebagai kota tertua di bumi yang masih didiami, Damaskus konon telah dihuni sejak tahun 10 ribu SM. Hal itu masih jadi perdebatan. Di luar itu, Damaskus menjadi permukiman penting setelah kedatangan bangsa Aram. Para pendatang itu lantas membangun jaringan kanal yang menjadi basis bagi jaringan air modern kota itu. Selain pernah ditaklukkan oleh Aleksander Agung, bangsa Romawi, Arab, dan Ottoman pernah menancapkan kuku kekuasaannya di sana. 
2. Byblos, Libanon
Awal didiami: 5.000 SM
Bangsa Phoenisia mendirikan Byblos dengan nama Gebal. Namun, bangsa Yunani, yang mengimpor papirus dari kota itu, mengajukan nama Byblos. Kata bahasa Inggris untuk Injil, Bible, berasal dari nama kota itu. Situs utama bagi para pelancong di Byblos mencakup kuil-kuil peninggalan bangsa Phoenisia, Istana Byblos, Gereja St. John the Baptist. 
1. Jericho, Wilayah Palestina
Awal didiami: 9.000 SM
Di kota tertua yang selalu berpenghuni itu, para arkeolog telah menemukan 20 permukiman di Jericho yang usianya diperkirakan mencapai 11 ribu tahun. Kota itu ada di tepi Sungai Jordan, Tepi Barat, dan kini menjadi tempat tinggal bagi sekitar 20 ribu orang. (sumber: the telegraph, vivanews.com)